melankolis · movie

If… Then… Else…

Tulisan ini tidak akan bercerita tentang bahasa Pascal atau pemrograman lain. Sintaks di atas cuma bayangan saya tentang hidup ini. Kita seringkali bicara, “Jika…”, “Apabila…”, “Kalau saja…”, “Seandainya…”, dan sebagainya. Kita seringkali menyesal dengan pilihan yang sudah diambil. Sayangnya hidup ini bersifat irreversible. Seperti kata-kata yang akan saya kutip ini,

“Alter destiny? You believe that? People are still going to die. It’ll still rain right after you wash your car and the Stones will be still touring. That’s stuff out of your control. The only things can control are your own choices.”

Yup, itu adalah perkataan Samantha. Tokoh wanita pertama dalam film If Only. Film lama yang sudah saya tonton sebanyak enam kali dan selalu membuat saya menangis di akhir film.

Scene satu film ini bercerita tentang Samantha dan Ian. Tentang bagaimana mereka saling mencintai dan bagaimana Ian tidak tahu bagaimana caranya menunjukkan rasa cinta. Seperti ditunjukkan di percakapan antara Ian dan seorang supir taksi.

Ian : Well, I can’t seem to make her happy. How can you love someone so much and not know how… how to love her?

Taxi Driver : So you do love her?

Ian : Yes, very much.

Taxi Driver : Well, you know what to do. Appreciate her, and what you have. Just love her.

Di akhir scene satu ini, Samantha dan Ian bertengkar sehabis pulang dari restoran. Di dalam restoran terjadi percakapan yang saya suka,

Ian : I adore you.

Samantha : I don’t wanna be adored. I wanna be loved.

Samantha menangis kemudian keluar dari restoran dan menaiki taksi. Kemudian taksi tersebut tertabrak truk di perempatan jalan. Samantha tewas dengan tragis. Ian hanya menangis dan menyesal dengan sangat.

Scene dua menunjukkan betapa Ian sangat bersedih sambil mengenang memori bersama Samantha. Akhirnya dia tertidur dan ketika terbangun, segala sesuatu terjadi persis seperti hari kemarin. Hari ketika Samantha masih hidup. Awalnya Ian kaget melihat Samantha di sampingnya, sampai akhirnya dia tersadar bahwa ia diberikan kesempatan sekali lagi untuk membuktikan cintanya kepada Samantha.

Contohnya, di scene satu Samantha terkena teko panas. Di scene dua, Ian tahu hal tersebut akan terjadi maka ia mengingatkan Samantha untuk berhati-hati. Namun pada akhirnya Samantha tetap terluka tangannya terkena alat catok rambut. Dengan cara apapun, akhirnya akan tetap sama, pikir Ian.

Di scene dua ini menunjukkan bagaimana Ian menunjukkan rasa cintanya. Ia tahu waktunya tidak banyak. Ia belajar untuk peka dengan wanita ini, apa yang ia sukai, apa yang membuatnya bahagia. Hal yang tidak pernah dipikirkan sebelumnya karena biasanya Ian hanya fokus pada pekerjaannya semata.

Ending film ini berbeda dari scene satu. Samantha tidak jadi tewas dengan tragis di perempatan jalan. Tapi Ian yang tewas.

Kalau menurut saya, pria ini kejam sekali. Dia memilih mati dan membiarkan sang wanita hidup dalam kesedihan mendalam. Tapi sudahlah, film ini sangat romantis dan menyentuh. Sayangnya kita tidak bisa kembali ke kehidupan sebelumnya. Di kehidupan yang nyata, kita hanya diberikan satu kali kesempatan untuk mengambil keputusan di saat yang tepat. Jika ingin memperbaiki sesuatu maka waktu lah yang harus dikorbankan.

6 thoughts on “If… Then… Else…

  1. wow,,

    what a tragic ending..

    saya setuju sekali Dui..

    hehe. Bukan rahasia lagi, kalau hidup ini adalah tentang pilihan.

    “Siapa kamu sekarang, adalah hasil dari tiap pilihan yang kamu buat di masa lalu, dan siapa kamu di masa yang akan datang, dapat dilihat dari tiap pilihan yang dibuat saat ini.”

    Menarik sekali karena film ini memberi harapan pada si pria untuk memperbaiki pilihannya.. hehe, sayangnya, hal ini tidak akan pernah bisa terjadi di dunia nyata. Pilihan yang salah tidak akan dapat direwind ulang. Tidak ada pertanyaan “restart the game? yes or no” dalam layar kehidupan kita. Tidak ada tulisan “insert coin” untuk mengulang ‘game kehidupan’ kita.

    Maka, kita sudah sama2 tahu. Mari mulai dengan cermat, seksama, tidak gegabah, membuat, mengambil, memilih jalan dlm hidup. Dan kita masih2 sama belajar dlm hal ini kok, Wi!

    (prinsip yg jelas adalah : memilih jalan dalam kekuatan tuntunan Perkataan-Nya!)

    Trimakasi comment nya Dwi buat postingan terbaruku.. hehe, maaf kalau kelamaan mmg pendeskripsiannya. Still learning and learning u know. Ajari ya! ^^

  2. gimana klo diubah if then elsenya sebelum hal terjadi.
    bikin kondisional2 yang mungkin terjadi. setidaknya manusia punya kemampuan untuk memperhitungkan (yes i know,masih ada pembuat keputusan yang lebih besar)
    misalnya untuk film ini

    Program IanLoveSamantha;
    var2 …{langsung saja}
    procedure2 …
    begin
    if love(samantha,flower) then
    give(Ian,flower,samantha)
    else begin
    if love(samantha,chocolate) then
    give(Ian,chocolate,samantha)
    else begin

    … {dan seterusnya,cari tahu yang samantha suka dan hadiahkan}
    end;
    end;
    end.

  3. g juga suka wi filmnya..”if only” ya..

    I don’t wanna be adored. I wanna be loved.
    hahaha,nampol.

    tp yaaaa film apa sih wi yg ga bkn lo nangis..hueheheh.piss ah

  4. @bang tigor: iyaaa…kalo kita cuma dikasi satu kali kesempatan aja…jadi yang tertinggal hanya penyesalan..huhuu..
    untungnya kita punya Bapa yang memimpin tiap langkah 🙂

    @ray: jiiiiaaaaahhh…jangan praktikum disini ray…ato segera loncat skarang juga..hahahahaa….
    bikin malu aja postingan ini dikomen ama anak IF…hehehee

    @becca: lebih mengharukan lagi kejadian gw liat nenek2 dan kakek2 boncengan naik sepeda di jalan margonda kan bek???ooooohhh…melting gwwww….si kakek itu emang yaaa..makin tua makin jadiii…

  5. hahaha..trus lo jg mau nangis kan liat itu.ah air mata lo mudah terjatuh.ga suka ah g.haha.simpen wi buat hal2 yg perlu. :))
    wakaka
    pokoknya tiap makan di jl aceh g inget crt ttg keluarga..baby and big boy! ga ada matinyeeee
    wi kapan kita ntn the edge of love?girls only.lo jgn ntn dulu ya..inget lohhhhh,jangan tinggalkan aku

  6. ka dwii,,,
    aku juga suka if only,,
    nonton tiga kali dan tiga2nya gw nangis,,

    aku setuju,kak dengan kalimat “hidup ini irreversible”
    dan terkadang (sering bahkan) aku pengen kalimat kalimat “jika” yang aku ucapkan menjadi kenyataan, tapi sayangnya ga mungkin..
    hahahahaha

    begitulah,kak,,
    hidup memang sulit,,
    tapi aku yakin masih dapat dijalani asal Tuhan dekat kita,,,

    @ka beka: maw nonton juga dong,kaaaa,,
    tapi itu film apa ya..?
    hehehehehe

Leave a reply to lovetodraw Cancel reply