dwihut

Indahnya Saling Membutuhkan

Sebagai pasangan suami istri yang hidup di kota besar dengan kegiatan harian yang bisa dibilang cukup padat, pada dasarnya saya dan suami adalah orang-orang yang bisa hidup mandiri. Kami masing-masing pernah merasakan hidup sendirian di kos dan mengurus diri sendiri. Jadi kalau cuma setrika baju, cuci piring, buat teh panas, bisa lah dikerjakan tanpa harus minta tolong suami/istri.

Ketika menikah pun, kami hampir tidak saling merepotkan satu sama lain. Seringnya kami makan siang di kantor masing-masing dan beli di kantin masing-masing, tidak saling mengganggu ketika jam kerja walau kami saling memikirkan, pergi dan pulang kantor masing-masing juga.

Tapi kami pun belajar bahwa merendahkan hati dan berada pada situasi saling membutuhkan juga bisa menjadi momen yang indah. Pada kondisi ini, kami belajar menjadi pasangan yang melayani satu sama lain.

Pada dasarnya, saya sih bisa saja pagi-pagi naik gojek menuju stasiun kereta api, tanpa harus minta suami saya mengantarkan dan memaksanya bangun pagi-pagi sementara suami masuk kerja masih agak siang. Namun kegiatan mengantar saya setiap pagi ke stasiun menjadi bentuk kepedulian suami saya untuk memastikan saya aman sampai stasiun, meskipun dia tidak bisa mengantar saya sampai ke kantor. Dan kebiasaan mengantar ke stasiun ini adalah kegiatan bersama kami setiap hari sebelum memulai aktivitas masing-masing di tempat kerja. Pada kesempatan yang hanya 10 menit ini, kami memaknainya untuk quick chit-chat dan berdoa bersama.

Begitu pula aktivitas membuatkan teh manis hangat, teh tarik panas, atau goreng pempek ketika suami pulang kantor. Ini bukan aktivitas rutin yang saya lakukan setiap hari, namun kadang-kadang suami minta saya buatkan. Saya tahu pada dasarnya suami saya bisa buat sendiri, namun ketika dia meminta saya menyiapkan sesuatu untuknya, saya menganggapnya sebagai kesempatan bagi saya untuk melayaninya dan menunjukan bentuk cinta saya.

Melalui momen-momen saling tergantung dan membutuhkan ini lah, kami belajar mengasihi pasangan melalui pelayanan, yang bukan dilakukan karena terpaksa dan berat hati. Karena kami percaya, ketika kami meminta bantuan kepada pasangan, bukan dengan maksud untuk menyiksa atau merepotkan, namun untuk memberi pernyataan bahwa kehadiranmu penting dan sangat menolong. Perasaan dibutuhkan ini lah yang bisa membantu seseorang merasa bernilai.

Kalau beberapa kali merasa kesal karena pasangan meminta tolong, biasanya karena kita tidak suka kesenangan kita diusik. Pelayanan memang perlu sedikit berkorban, dengan meninggalkan sementara gadget kita, stik playstation, buku novel, dan kenyamanan tempat tidur. Saya pun tidak menyangka kata-kata sederhana seperti “tolong bantu” dan “terima kasih” bisa memperkuat rumah tangga.

Kami masih terus belajar dalam melayani dan merendahkan hati. Menemukan cara berkomunikasi yang tepat dan saling memuji.

Setiap hari suami saya mengatakan bahwa saya cantik, walaupun saya tau dia tidak buta melihat banyak wanita-wanita dengan penampilan jauh lebih menarik di luar sana. Setiap hari saya mengatakan bahwa suami saya sangat berbakat, walaupun saya tau ada banyak seniman berbakat lainnya. Ini bukan dalam rangka menggombal, tapi saling memuji merupakan bentuk rasa syukur atas teman hidup yang Tuhan anugerahkan. Yes, teman hidup adalah anugerah. Don’t take it for granted.

Masa pernikahan kami baru 3 tahun 2 bulan, belum layak dibandingkan dengan para orang tua yang sudah mencapai puluhan tahun. Saat ini kami masih mencintai, seperti baru kemarin menikah rasanya. Semoga kami bisa terus menjaga rasa cinta ini, dan bisa bersama menyaksikan kebaikan Tuhan dalam tahun-tahun pernikahan ke depannya. Semoga kita semua masih bisa berjumpa di perayaan 50 tahun pernikahan kami.

Leave a comment