life · merenung · with Him

Grand Design

Cerita saya berawal dari pagi hari minggu kemarin, yaitu ketika saya dan kakak saya, Maria, dalam perjalanan menuju GII Semanggi. Kami berangkat dengan menggunakan taksi dari Gedung Trans TV di daerah Mampang, yang jika tidak ada kemacetan atau keributan di jalan, maka perjalanan yang kami tempuh hanya sekitar 10 menit saja sampai di GII Semanggi. Di Jakarta ini kami terbiasa memberikan spare waktu kalau-kalau terjadi sesuatu di jalan. Pada akhirnya kami berangkat pukul 10.00 WIB karena ibadah akan dimulai pukul 10.30 WIB.

Seperti dugaan kami, jalanan macet! Macet total!
Kakak saya pun bingung apa yang membuat pagi hari kemarin begitu padat sekali. Menit ke menit terus berjalan. Jam pun menunjukkan pukul 10.30 WIB! Ibadah seharusnya sudah dimulai. Saya yang baru pertama kali ibadah di gereja itu pun bertanya ke kakak saya, “Jam berapa sih mulai ibadahnya?” Kakak saya menjawab, “Ga usah bicarain jam!!” Kakak saya menjawab dengan nada suara yang tajam dan muka yang sudah stres.

Saya akhirnya mencoba berbincang dengan Tuhan Semesta Alam. Saya mau mencoba mengerti maksud Tuhan dibalik kondisi yang unexpected. Saya berpikir, “Tuhan, kami mau ke gereja lho. Kami bukan mau senang-senang semata atau memuaskan keinginan sendiri. Tuhan tau persis juga kalau kami sudah berangkat lebih pagi supaya tidak terlambat ikut ibadah. Tuhan juga tau, kesehatan kakak saya sedang tidak terlalu baik. Dan kami tidak punya uang segunung sehingga tidak kuatir dengan berapapun angka yang ditunjukkan argo.”

Akhirnya saya mendapat pengertian bahwa jauh diatas rancangan-rancangan manusia yang hebat, ada Tuhan yang memiliki grand design sendiri atas saya, anda, dan dunia ini. There is nothing called coincident, for God. God already knew something before it happens. Tapi tidak bagi kita, kita menganggapnya kebetulan karena kita tidak mengerti dan hanya mencoba mengerti atau menerka-nerka maksud sesungguhnya. Sedangkan Tuhan tahu persis apa yang baik buat si dia, si itu, dan semua orang.

Sekarang mari kita agak sedikit berhitung. Saya tidak tahu berapa total populasi manusia di dunia ini. Tapi mari kita lihat populasi di Indonesia, yaitu sebesar 230 juta jiwa. Mari kita perkecil yaitu Wilayah Jabodetabek yang memiliki populasi 28 juta jiwa. Mari sekarang belajar melihat dari perspektifnya Tuhan. Bagaimana bisa Dia merancangkan segala sesuatu untuk 28 juta jiwa di wilayah Jabodetabek melalui kondisi yang super sangat macet ini?

Pikiran saya tidak sanggup menjangkaunya. Tapi itulah alasan kenapa kita memanggilnya, “Tuhan!” Dia memikirkan yang tidak manusia pikirkan. Dia mempertimbangkan sesuatu yang manusia mana pun tidak mengerti. Dan saya percaya, Tuhan ikut campur tangan atas kondisi ini.

Di dalam kemacetan itu saya pun mendapat pengertian baru. Dan saya tahu, walau kondisi ini sungguh sangat menyebalkan buat saya, kakak saya, sopir taksi, dan banyak pengguna jalan lainnya, tapi ada maksud yang sangat baik, yang tidak bisa kita pahami, namun terpahami oleh Tuhan.

Akhirnya kami sampai di gereja jam 10.56 WIB, tepat sebelum khotbah dimulai. Dengan argo dua kali lipat dari yang seharusnya. Ya sudah lah. Kondisi ini sangat memberkati saya. Lagipula saya dan kakak saya sangat menikmati khotbah hari itu dan kami pulang dengan hati yang bersukacita. Tuhan tidak membiarkan kami mengingat-ingat dan memelihara perasaan bete itu berlarut-larut sepanjang hari.

6 thoughts on “Grand Design

  1. bagus juga ceritamu Dwi, belajar berpikir positif dalam situasi yang cukup buruk. sama denga belajar mengasihi meski diperlakukan dengan buruk.

  2. hmmm….
    numpang lewat ya..
    hoho…

    baiklah..
    saya komen juga sikit…
    hubungannya dengan coincident apa dwi? bingung eike.. hahaha

  3. Bercakap dengan Tuhan di tengah kondisi seperti itu???
    Hehe.. sungguh luar biasa!
    Seharusnya, kita memang mengembangkan kebiasaan ‘unik’ ini.

    Dwi telah berhasil melakukannya. Di tengah situasi dimana manusia pada umumnya hanya mengedepankan “keluhan, amarah, bete, dan perasaan tidak menyenangkan lainnya”, tetapi sebenarnya tetap ada ‘respon lain yang lebih baik’ dari semua itu.

    Yaitu: BELAJAR MELIHAT, MENGAMATI, MENIKMATI APA YANG SEDANG TUHAN INGIN AJARKAN PADA KITA SAAT SUATU PERISTIWA TERJADI.

    Kemampuan untuk peka terhadap hal-hal seperti ini (macet dihubungkan dengan pelajaran-pelajaran hidup dari Tuhan), sesungguhnya bukan perkara yang mudah dan bahkan tidak semua manusia dapat sadar akan hal penting ini!

    Mari kita belajar peka melihat ‘apa yang sedang Tuhan ingin ajarkan’ melalui segala perkara, peristiwa, kejadian, kondisi, dan situasi yang terjadi di sekitar kita!
    Selamat buat Dwi yang berhasil ‘menangkap harta karun berharga berupa pelajaran hidup’ di tengah hiruk pikuknya kemacetan kota Jakarta!

  4. kalau si supirnya tak keberatan, saya ambil seruling dan langsung memainkannya sepanjang perjalanan 😆 (karena seruling ini benar2 sahabat saya saat mengantri ataupun menunggu).

  5. @mba retno & bayu probo : trimakasi banyak ya 🙂

    @iyet : coincident=kebetulan, yet..apa maksudmu “apa hubungannya?”
    yah jelas berhubungan lah..coba dibaca baik2 postingannya 😀

    @bang tigor : kadang kalo udah terjepit dan ga bisa ngapa2in lagi, bercakap dengan Tuhan adalah kegiatan yang cukup menyenangkan. Mencoba mencari makna atas segala sesuatu yang tidak pernah bisa aku mengerti benar-benar..*belibet nih ngomongnya, hehehe..

    @mikha : boleh kok mik 😉 pasti pak sopir jadi senang 🙂

Leave a reply to elisasirait Cancel reply